Langsung ke konten utama

Jatuh Cinta Adalah Jatuh-jatuh Yang Paling Kusengajakan.

 



Jangan jatuh cinta padamu, katanya.

Memang. Aku sengaja hari itu. Aku sengaja mengganti jam belajarku untuk mencari namamu di laman sosial media. Aku sengaja mencari namamu diantara pengikut sosial media temanmu. Aku sengaja mencari fotomu di sosial media temanmu. Aku sengaja mencari letak bulan sabit setiap istirahat di koridor utama menuju kantin. Oh ya? Selega itu lepas dari mata pelajaran matematika, ya?

Aku juga sengaja mencari-cari netra penuh kemerlip di antara lautan manusia selepas upacara bendera agar aku bisa mengantonginya nanti. Aku sengaja membuat obrolan menjadi lebih menyenangkan dari malam sebelumnya. Aku sengaja mencari berita yang marak kamu suka agar semakin panjang prakata yang kamu ucap. Aku sengaja mencari lagu favoritmu agar semakin lama waktuku mendengar kamu menyanyikannya. Aku sengaja menonton ulang pertandingan motor balap agar pagi harinya di depan gerbang kita bisa pergi ke kelas bersama sembari menatap mata kita satu sama lain. Aku sengaja mengambil esktrakurikuler yang sama agar semakin banyak nama yang kamu tulis di buku harianku. Aku sengaja mengambil tempat disisimu ketika salah guru memotret kelas kita untuk laporan agenda pembelajarannya.

Aku yang sengaja untuk jatuh cinta. Aku sengaja menjadikan hal ini kian membesar namun tidak terlampau lebih dari sederhana. Aku akan menjadikan hal ini lebih menyenangkan dari sebelumnya setiap harinya. Aku akan mencari obrolan lain hingga suatu hari nanti tanpa kenal waktu malam atau petang, sorot matamu tidak akan pernah menoleh kesiapapun.

Aku akan membuatnya begitu. Sampai nanti ketidaksengajaanku ini menjadi-jadi hingga kamu akan bicara padaku secara singkat penuh kebingungan sendiri yang aku tahu mantranya seperti apa layaknya;
“Aku jatuh cinta padamu, secara tidak sengaja.” Lalu melanjutkan dengan pengulangan seluruh kesengajaanku.







Ditulis oleh Jua Zahra.
10-1-2023.







Komentar

Postingan populer dari blog ini

things i could never say to you -noni

Namanya Wan. Wan itu nama tengahnya. Sementara, Areksa itu nama depannya yang tidak pernah dia suka. Katanya, nama itu nggak pernah didengar orang-orang. Jadi malas dipanggil berbeda dari nama pasaran yang lain. Padahal, aku sudah bilang kalau nama itu unik. Kental suku Jawanya mampu menjelaskan lebih dari wajah dan kulit sawo matangnya. Makanya, aku panggil dia Wan, sampai sekarang, sudah hampir empat tahun ini. Wan nggak tahu aku menulis ini. Karena dia nggak pernah suka aku menceritakan hal-hal tentangnya kepada banyak orang. Tapi, aku suka. Aku suka banyak orang kenal dia. Dia kocak sih. Wan anak bungsu. Hidupnya yang berjalan cukup damai dengan dua kakaknya; laki-laki dan perempuan itu tahu-tahu harus berhadapan denganku yang memiliki dua adik laki-laki menyebalkan. Eh, aku yakin dia nggak tahu aku punya dua adik. Habis makan dia selalu cuci piringnya. Rajin ya. Begitu yang terlihat dikamera sih. Kakaknya itu dua. Yang laki-laki wajahnya persis sekali. Kakak perempuannya cantik, s...

pikiran berisik binar.

 Pikiranku berisik, Pram. Persis seperti Alun-alun Semarang yang kamu bilang keramaiannya seperti langkah sepatu kita ketika membolos pertama kali. Berlarian seperti pencuri roti tawar di kedai kue tanpa tahu arah bak kurir tersesat karena kita sama-sama tak memikirkan bagaimana nantinya akan terjebak dalam gudang amarah penjaga sekolah. Saat itu pikiran kita melayang jauh tanpa kenal cemas dan takut. Kita hanya mengenal bahwa aku ada dan kamu ada, sudah bagian dari jalan layang atensi kita. Kini disekitarnya hanya trotoar kecil yang tak sebanding dengan wajahmu, persis seperti lampu-lampu kotanya, kereta-kereta delmannya, atau gedung-gedung kota tua yang tak kalah menawannya.  Aku tak mengenal takut lagi, Pram. Karena aku tau, saat itu kamu ada. Maka untuk apa aku memeluk selimut kala hujan deras jika aku punya dekapan hangat di setiap rintiknya? Karena dulu aku punya teh hangat manis yang bisa kuminum kapan saja tanpa khawatir akan mendingin atau tidak, sebab ia ada pada bul...

Jarum Jam dan Pukul 12—soon.

"Kamu akan tetap menjadi yang terbaik untukku, Pram. Patah hati yang terbaik." Ketika kita tahu bahwa tokoh utama sejati hanyalah di hidup sendiri.  Aku jadi paham, mengapa manusia suka sekali mementingkan diri sendiri.  o0o "Prama memang membuatku bahagia, Rin. Tapi, Bian. Bian melengkapi kebahagian yang sebelumnya sudah aku punya." Dan aku sadar, perasaan yang ku punya ini akan menjadi keegoisan paling besar. o0o Patah hati yang menggerogoti hati membuatnya menutup pintu masuk hadirnya perasaan. Meski, sulit melupakan Prama, ia tak akan lengah untuk dipatahkan kembali. Lagi pula, hadirnya Bian membuat dirinya melupakan luka terbaiknya itu. Tapi satu fakta ia lupakan, bahwa  ia memang pemilik hatinya. Tapi, ia, bukan pengendalinya. "Kak Bian?" "Ya?" "Kalau aku jatuh cinta, bagaimana?" "Aku tidak bisa membantumu, itu, kan, perasaanmu." "Meski orang itu adalah Kak Bian?" Jarum Jam & Pukul 12 by Jua Zahra