Langsung ke konten utama

aku hanya menyukaimu.

 Kalau mengingatnya, guru TK-ku pernah mengajariku banyak hal. Perihal segala-gala yang ada di dunia. Kalau mataku dua, hidungku satu, telingaku dua, mulutku satu. Guru TK ku yang masih kuingat bagaimana ia menjelaskan sambil memegang kedua tanganku. Katanya, mata untuk melihat. Hidung untuk menghirup. Telinga untuk mendengar. Dan mulut, untuk berbicara. Dulu, aku taunya begitu. Tapi, itu dulu. Dulu ketika aku mengenal banyak manusia dan menggunakan segala hal yang kupunya sesuai cara kerjanya. Aku melihat segala hal yang ada didepan mataku, aku mendengar seluruh bisik dan berisik-berisik mereka, aku menghirup aroma Ibu usai memasak gulai ikan tongkol, aku berkata dengan lantang ketika guruku bertanya dua kali dua untuk pulang lebih cepat. 

Itu jauh kebelakang sebelum aku mengenal bentuk lain bagaimana cara bekerjanya. Tidak semua kata diciptakan untuk aku dengar ditelingaku. Tidak semua hal diciptakan untuk aku lihat dengan mataku. Tidak semua kata diucapkan untuk aku katakan dengan mulutku.


Karena sebab, beberapa hal memang rasanya hanya perlu disimpan. 


Aku menyimpan segala tanya ketika kamu kembali ke kelas usai bel pulang sekolah berbunyi, padahal aku tahu kamu paling suka pulang lebih dulu. Aku menyimpan segala tanda tanyaku ketika kamu mengurung diri di jam pelajaran olahraga, padahal aku tahu kamu paling suka pelajaran itu. Aku menyimpan segala parade-parade dadakan setiap kali netra itu tak sengaja bertemu tatap dalam nol koma seperkian sekon denganku. Aku menyimpan kupu-kupu dalam perutku setiap kali tidak sengaja aku menghirup aroma khas dari jaket yang aku tahu berat rasanya untuk tidak kamu pakai barang sehari saja.

Aku hanya bisa mengikat tali sepatuku yang tidak terlepas ketika kita tak sengaja berpas-pasan dilorong. Aku hanya bisa membuka buku yang sudah kubaca ketika kamu tidak sengaja memasuki kelasku. Aku hanya bisa membuka galeri ponselku ketika aku ketahuan mencipta syukur pada hal-hal yang diukirNya. Aku hanya bisa menatap langit-langit mendung yang aku tahu tidak pernah kusuka, karena tak sengaja melihatmu lebih dari waktu kepala sekolah kita memberi amanat upacara.

Aku hanya bisa menyimpan segala hal baik yang selalu aku buat, lantas kukirimkan secara diam-diam di setiap tengah malam hingga nanti ketika kamu bangun, hal-hal baik itu 'kan berkerja dengan semestinya.

Aku hanya bisa melakukan itu. Aku hanya bisa menyukaimu, tanpa perlu mengetahui baik sedihnya kamu. Karena apapun itu, doa-doa yang dibawa lampu-lampu kamarmu tidak akan pernah lepas untuk aku kirim agar selalu baik harimu esok, dan esoknya lagi.







Ditulis oleh Jua Zahra,

31-01-2023.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

things i could never say to you -noni

Namanya Wan. Wan itu nama tengahnya. Sementara, Areksa itu nama depannya yang tidak pernah dia suka. Katanya, nama itu nggak pernah didengar orang-orang. Jadi malas dipanggil berbeda dari nama pasaran yang lain. Padahal, aku sudah bilang kalau nama itu unik. Kental suku Jawanya mampu menjelaskan lebih dari wajah dan kulit sawo matangnya. Makanya, aku panggil dia Wan, sampai sekarang, sudah hampir empat tahun ini. Wan nggak tahu aku menulis ini. Karena dia nggak pernah suka aku menceritakan hal-hal tentangnya kepada banyak orang. Tapi, aku suka. Aku suka banyak orang kenal dia. Dia kocak sih. Wan anak bungsu. Hidupnya yang berjalan cukup damai dengan dua kakaknya; laki-laki dan perempuan itu tahu-tahu harus berhadapan denganku yang memiliki dua adik laki-laki menyebalkan. Eh, aku yakin dia nggak tahu aku punya dua adik. Habis makan dia selalu cuci piringnya. Rajin ya. Begitu yang terlihat dikamera sih. Kakaknya itu dua. Yang laki-laki wajahnya persis sekali. Kakak perempuannya cantik, s...

Jarum Jam dan Pukul 12—soon.

"Kamu akan tetap menjadi yang terbaik untukku, Pram. Patah hati yang terbaik." Ketika kita tahu bahwa tokoh utama sejati hanyalah di hidup sendiri.  Aku jadi paham, mengapa manusia suka sekali mementingkan diri sendiri.  o0o "Prama memang membuatku bahagia, Rin. Tapi, Bian. Bian melengkapi kebahagian yang sebelumnya sudah aku punya." Dan aku sadar, perasaan yang ku punya ini akan menjadi keegoisan paling besar. o0o Patah hati yang menggerogoti hati membuatnya menutup pintu masuk hadirnya perasaan. Meski, sulit melupakan Prama, ia tak akan lengah untuk dipatahkan kembali. Lagi pula, hadirnya Bian membuat dirinya melupakan luka terbaiknya itu. Tapi satu fakta ia lupakan, bahwa  ia memang pemilik hatinya. Tapi, ia, bukan pengendalinya. "Kak Bian?" "Ya?" "Kalau aku jatuh cinta, bagaimana?" "Aku tidak bisa membantumu, itu, kan, perasaanmu." "Meski orang itu adalah Kak Bian?" Jarum Jam & Pukul 12 by Jua Zahra

Jarum Jam & Pukul 12: BAB 2

 Binar harus dipaksa utuh ketika separuh dunianya menarik paksa untuk terlepas. Ia harus menerima kekalahan pada rasa sakit yang ada. Kalah dari taruhnya membungkam segala-galanya. Pram, aku menyanyangimu lebih dari rasa sayangku pada waktu yang berjalan dan menghimpit dunia kita untuk dipaksa saling bersisian. Kalau rumah yang kamu maksud adalah tempat berteduh, bagiku kamu adalah tanah kepulanganku. Dinding cat krem di setiap incinya adalah sebagian rasa nyamanku ‘tuk beristirahat usai dipaksa kuat walau isinya hanya kepura-puraan. Maka, kamu harus tahu bahwa kesinggahan itu adalah hal terbaik sepanjang masanya. Ruang tamunya, kamar tidurnya, gudang berdebunya, selalu jadi kegemaranku untuk duduk dan tertidur tanpa ingin bangun lagi. Pergilah, Pram. Kemanapun dibawanya rumah itu, kamu tetap menjadi yang terbaik untukku. Kamu ‘kan menjadi patah hati terbaikku, Pram. O0o “Prama hari nggak masuk.” Ada yang selalu bisa menarik atensi perempuan bermata bundar itu. Pertama, seekor anak...