Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2023

aku hanya menyukaimu.

 Kalau mengingatnya, guru TK-ku pernah mengajariku banyak hal. Perihal segala-gala yang ada di dunia. Kalau mataku dua, hidungku satu, telingaku dua, mulutku satu. Guru TK ku yang masih kuingat bagaimana ia menjelaskan sambil memegang kedua tanganku. Katanya, mata untuk melihat. Hidung untuk menghirup. Telinga untuk mendengar. Dan mulut, untuk berbicara. Dulu, aku taunya begitu. Tapi, itu dulu. Dulu ketika aku mengenal banyak manusia dan menggunakan segala hal yang kupunya sesuai cara kerjanya. Aku melihat segala hal yang ada didepan mataku, aku mendengar seluruh bisik dan berisik-berisik mereka, aku menghirup aroma Ibu usai memasak gulai ikan tongkol, aku berkata dengan lantang ketika guruku bertanya dua kali dua untuk pulang lebih cepat.  Itu jauh kebelakang sebelum aku mengenal bentuk lain bagaimana cara bekerjanya. Tidak semua kata diciptakan untuk aku dengar ditelingaku. Tidak semua hal diciptakan untuk aku lihat dengan mataku. Tidak semua kata diucapkan untuk aku katakan...

Jatuh Cinta Adalah Jatuh-jatuh Yang Paling Kusengajakan.

  Jangan jatuh cinta padamu, katanya. Memang. Aku sengaja hari itu. Aku sengaja mengganti jam belajarku untuk mencari namamu di laman sosial media. Aku sengaja mencari namamu diantara pengikut sosial media temanmu. Aku sengaja mencari fotomu di sosial media temanmu. Aku sengaja mencari letak bulan sabit setiap istirahat di koridor utama menuju kantin. Oh ya? Selega itu lepas dari mata pelajaran matematika, ya? Aku juga sengaja mencari-cari netra penuh kemerlip di antara lautan manusia selepas upacara bendera agar aku bisa mengantonginya nanti. Aku sengaja membuat obrolan menjadi lebih menyenangkan dari malam sebelumnya. Aku sengaja mencari berita yang marak kamu suka agar semakin panjang prakata yang kamu ucap. Aku sengaja mencari lagu favoritmu agar semakin lama waktuku mendengar kamu menyanyikannya. Aku sengaja menonton ulang pertandingan motor balap agar pagi harinya di depan gerbang kita bisa pergi ke kelas bersama sembari menatap mata kita satu sama lain. Aku sengaja mengambil...

Sampai Jejak Sepatu Itu Membekas Di Tanah Tanpa Batas Waktu di Dalamnya.

  Aku suka ketika masih berumur lima tahun. Aku suka sekali ketika dulu masih bebas bicara dan mengatakan apa saja mauku. Aku suka ketika Ayah mengiyakan segala inginku serta anganku pada dunia-dunia yang aku mau. Aku suka bercengkrama dengan diriku sendiri agar nanti ketika mimpi-mimpiku terwujud, aku tidak lagi bingung harus mengucap syukur seperti apa. Tapi sekarang, mimpiku jauh lebih dari itu. Aku tidak lagi mau memiliki kebun binatang. Tidak lagi menginginkan istana yang serba merah muda. Tidak lagi aku mau kereta kuda serta kusirnya. Jauh lebih dari itu, kini lebih sederhana untuk berada di sisimu saja, Dam. Ingin dibuat lebih apik untuk selamanya. Selamanya, sampa kapan? Selamanya hingga apa? Selamanya yang entah aku pun nggak tahu, ya, sampai aku menemukan jawaban selamanya itu sampai kapan, kamu mau, kan, disisiku terus? Tapi, mungkin, Dam, sampai nanti kita bisa menari-nari diatas kolam Taman Ismail Mazuki, sampai nanti jejak kita hangus dimakan air hujan, sampai nanti ...